Its Not Our But HIM


Akhir-akhir ini aku sering kesal dengan salah seorang teman. Kesal sampai kadang rasanya aku tidak mau membuka percakapan dengannya kecuali memang urgent atau si doi yang buka percakapan duluan. Memang aku merasa bagaikan menjadi orang jahat layaknya di sinetron2 (ceilaah korban sinetron XD), dan memang sangat tidak adil sebenarnya buat di doi, tapi nyatanya inilah sisi humanisme yang terkadang mncul jika kita dihadapkan pada kondisi ini. Kekesalan yang berujung membuat kita ingin menjauh sejenak dari mereka. Suatu emosi yang apabila kita tidak dapat mngontrolnya dengan baik malah akan membuat sedikit keretakan didalam persaudaraan itu sendiri. Yang akhirnya lama-lama apabila tidak diatasi secepat mungkin, keretakan itu bisa menjadi bertambah besar dan meluas, sehingga ujungnya dapat berujung pada keruntuhan hubunngan persaudaraan itu sendiri.
Jika aku harus memutar balik asal muasal kekesalan ini, hanya terdapat suatu alasan sepele yang sebenarnya tidak perlu dibawa secara emosional. Sebenarnya aku hanya menginginkan yang terbaik buat dia, aku hanya tidak ingin dia kembali menjadi seseorang di masa lalunya. Seseorang yang memendam begitu banyak kepedihan dan bingung akan bercerita kepada siapa karena karakternya yang tidak ingin membebani orang lain. Memang sebenarnya tempat curhat ter-nyaman dan ter-aman adalah kepada Allah SWT. Hanya kepada Allah kita dapat menceritakan semua tetek bengek kehidupan, meringis akan sulitnya jalan kehidupan menuju surga-Nya, menangis akan kehinaan diri yang masih amat sangat jauh mencapai level seseorang yang dapat bertemu dengan-Nya kelak, mempertanyakan apakah diri ini kelak dapat mati dalam keadaan husnul khatimah? Karena hanya dengan curhat kepada Allah-lah, semua masalah yang kita tatap bisa kita lalui. Karena kita sadar bahwa semuanya terjadi karena Allah dan tentu juga hanya Allah-lah yang mampu menyelesaikannya. Namun namanya manusia apalagi seorang wanita sepertinya tetap butuh suatu ‘sarana’ yang dapat mereka jadikan sebagai tempat curhat. Apakah nanti mereka akan mendapatkan solusi atau tidak setelah sesi curhat tersebut bukanlah menjadi tujuan utama, namun menjadi orang yang didengarkan cerita serta uneg-unegnya sudah lebih dari cukup bagi para galauers ini. Dan harusnya disanalah hadir para sahabat dan keuarga sebagai ‘orang-orang’ pertama yang selalu memberikan support kepada mereka.
Dan tentunya skenario dan jalan dari Allah selalu hadir sangat indah dengan carannya yang memukau. Allah menunjukkan bahwa dia masih punya keluarga dan sahabat-sahabat yang masih mencintainya, selalu mau mendengarkan ceritanya, dan akan membantunya keluar dari masalah yang dia hadapi semampu yang bisa mereka lakukan. Kalau bukan karena Allah yang menggerakkan hatinya dan membukakan secara nyata kebusukan-kebusukan dari sosok pada masa lalunya, tidak mungkin akhirnya dia akan menceritakan semua kesakitan dan penderitaan yang dia rasakan selama ini kepada kami dan keluarganya. Alhamdulillah, Allah memang tidak pernah mengingkari janji-Nya, DIA berkata bahwa DIA akan memudahkan jalan bagi orang yang memudahkan urusan orang lain. Kenapa aku membahas janji Allah tersebut pada tulisan ini, bukan janji Allah yang lain? Karena aku yakin bahwa temanku ini adalah seorang yang sangat baik, orang yang selalu berusaha menolong teman-temannya yang lain selagi dia mampu, teman yang kadang juga polos, teman yang berusaha menjaga perasaan temannya (sebenarnya lebih ke karakter gak enakan sama orang lain), sehingga aku sangat yakin sudah banyak orang-orang yang dia tolong dan dibantu urusannya. Maka lihat juga–lah bagaimana Allah membantunya dalam menyelesaikan masalah ini. Masalah yang ditimbulkan karena kebutaan dan keegoisan akan hal duniawi sehingga ada sosok-sosok yang memanfaaatkan kebaikan-kebaikan temanku ini secara tidak bertangung jawab dan mengambil keuntungan secara materi.
Setelah satu pintu terbuka, Allah bukakan pintu-pintu lain yang semakin membantu terselesaikannya masalah ini. Hingga akhirnya beberapa bulan belakangan ini dia sudah mencoba menjauh dari masa lalunya serta menata kembali kehidupannya. Namun, namanya manusia pasti akan selalu diuji oleh Allah SWT. Ketika seseorang manusia berkata bahwa ia akan berusaha menjadi orang yang kuat dan tegar, maka Allah pun akan menguji seberapa besar kekuatan dan ketegarannya tersebut. Ketika seseorang mengatakan bahwa dirinya akan berusaha menjadi orang yang pemaaf, maka Allah akan menguji seberapa besaarnya lautan maaf yang dimilki oleh orang tersebut. Yang apabila seseorang hamba mampu melewati ujian yang diberikan Allah tersebut, maka saat itulah ia dinyatakan naik tingkat dari level sebelumnya. Dan begitulah seterusnya, Allah akan selalu menguji hambanya untuk menilai seberapa besarkah kualitas diri hamba tersebut. Jangan tanyakan soal rewardnya, tentu saja jika kita selalu berhasil melewati riak-ombak-badai ujian tersebut maka kita akan dinobatkan sebagai ‘nakhoda kapal handal’ yang disegani ditengah buasnya lautan sehingga dapat melakukan pelabuhan di sebuah pulau yang bernama surga.
Setelah dirasa sudah bisa sedikit menjauh dari masa lalunya, tiba-tiba sosok dari masa lalu ini selalu berusaha muncul dan mendekat serta menggoda untuk diperhatikan. Suatu ujian yang berat sebenarnya bagi dia yang mengalaminya dan hal yang tidak penting diladeni bagi kita terutama aku yang melihat dari kacamata awam. Beberapa kali dia akhirnya tergoda dan seolah menjalin kembali sedikit hubungan dengan masa lalu tersebut. Dan menurut kamu apa yang aku lakukan sebagai temannya? Ya, of course, I will advise her. Aku selalu berusaha menasihatinya, mengingatkan dia untuk selalu menjaga diri, mengingatkan dia untuk sadar, mengingatkan dia bahwa akan banyak orang yang akan dia kecewakan terutama orang tuanya apabila dia kembali seperti dulu dan masuk kembali dalam lingkaran setan kepedihan itu. Beberapa kali sudah ku-nasehati, dan sepertinya dia juga sadar akan kesalahannya, namun juga sepertinya godaan dan setan jauh lebih kuat daripada nasehat dan kepedulian yang dia dapatkan. Hingga akhinya suatu hari aku berkata, “ Sista, kami disini hanya bisa menasihatimu. Seberapa pun besar nasehat yang kami berikan kepadamu, tidak akan mampu mengubah kamu jika bukan kamu yang merubah dirimu sendiri. Karena semua keputusan ada padamu. Dan hanya nasihat-nasihat kecil ini yang bisa kami berikan padamu”.
Dan inilah hal yang membuat aku ‘annoying’, kenyataan bahwa dia selalu mengulang-ngulang kembali kesalahannya padahal dia sadar akan kesalahannya. Dan hal ini juga menyadarkanku bahwa sebenarnya ada suatu sentilan kecil yang Allah ingin jelaskan padaku. Sentilan ini membuatku berpikir bahwa tidak seharusnya aku kesal jika dihadapkan dalam kondisi seperti ini. Kekesalanku justru sebenarnya akan memperparah kondisi temanku, dimana nantinya dia akan merasa bahwa sepertinya tidak ada lagi tempat yang bisa dia jadikan tempat curhat, tidak ada lagi yang menasihatinya, dan akhirnya apa?? Dia akan mudah masuk kembali dalam lingkaran setan itu. Harusnya meskipun wajar secara manusiawi kesal, aku tetap harus berusaha menasihatinya sampai kapan pun, mengawasi prilakunya, menunjukkan akhlak-akhlak yang baik kepadanya bukan malah menggunakan emosi yang tidak jelas mau dibawa kemana. Bukankah dakwah yang lebih ampuh itu menggunakan akhlaq? Coba lihat berapa banyak kisah-kisah para sahabat yang masuk Islam dikarenakan keindahan akhlaq Rasulullah SAW. Coba bayangkan jika dulu Rasulullah membalas setiap perlakuan orang yang jahat kepada beliau dengan cara emosi dan menjauhi mereka, tentunya Islam mungkin tidak akan sampai kepada kita sekarang ini. Namun lihat Rasulullah selalu membalas kejahatan dengan kebaikan selama kejahatan itu tidak menghina Islam. Apakah pantas aku yang tidak punya apa-apa ini merasa kesal dengan hal sekecil ini, padahal dulu Rasul dan para sahabat mengalami cobaan yang lebih berat daripada ini? Betapa luasnya samudera hati yang dimiliki oleh Rasulullah dan para sahabat, dan harusnya mereka-mereka inilah orang-orang yang kita jadikan teladan dalam hidup kita. Aku sangat malu kepada Allah karena menjadi hamba yang tak tahu diri, sudahlah amalnya yang sangat tipis, apakah aku juga akan membatasi samudera hati yang kumiliki? Benar-benar diri yang hina dan tak bisa dibanggakan dihadapan-Nya T.T Sebenarnya samudera hati yang kita miliki sangatlah tidak terbatas, sampai kita sendiri yang membatasi dan mengkotak-kotakkannya. Jadi kita mau memilih menjadi manusia yang seperti apa? Manusia yang menempatkan emosi di atas segalanya ataukah manusia yang menempatkan Allah di atas segalanya sehingga menghasilkan samudera hati yang tak bertepi?
Selain itu hal lain yang kusadari adalah bahwa contoh kasus ini sangat mirip dengan hal yang sering kita lakukan. Allah sudah memperingatkan kita di dalam Al-Quran tentang hal-hal yang Dia larang. Tapi apa? Meskipun kita sadar akan larangan tersebut, tak jarang kita juga melanggarnya. Dan parahnya lagi kita juga terkadangg mengulang-ulang kesalahan terssebut. Namun Allah memang Maha Pengampun, memaafkan segala kesalahan hamba-hambanya yang bertaubat. Jika kita memikirkan hal ini bukankah rasanya tidak adil jika karena hal sepele seperti tadi kita jadi menjauhi teman kita sendiri? Bayangkan jika hal ini dilakukan oleh Allah SWT, bayangkan Allah juga akan menjauhi kita dikarenakan sifat kita yang sering mengulang-ulang dosa yang kita lakukan. Namun tidak, Allah mempunyai ampunan seluas langit dan bumi bagi hambanya yang benar-benar mau bertaubat. Allah, I love you full :*
Sebenarnya, kita hanya diperbolehkan membenci dan mencintai karena Allah saja. Jika kita membenci karena Allah, janganlah kita membenci oknum yang melakukan ksesalahan tersebut, namun bencilah perbuatannya yang melanggar perintah Allah sehingga kita membencinya dan ambillah pelajarannya. Coba lihat di dalam Al-Quran,  banyak kesalahan-kesalahan yang dijelaskan dilakukan oleh ummat terdahulu sehingga kita dapat mengambil pelajaran darinya. Namun lihat bagaimana Allah tidak menjelaskan siapa pelaku kesalahan tersebut (kecuali misalnya Fir’aun, hal ini karena Allah ingin menunjukkan kekuasaannya bahwa jasad Fir’aun masih utuh sehingga menjadi bukti bagi kita orang-orang yang datang kemudian), karena apa? Karena bukan itulah poin utamanya. Poin utamanya adalah kesalaahan yang dilakukan oleh mereka umat terdahulu sehingga kita dapat menjauhinya.
Tugas kita sebagai manusia adalah hanya menasihati teman kita. Urusan apakah dia berubah atau tidak itu bukan menjadi wilayah kita sebagai manusia dan kita tidak perlu pusing memikirkannya. Karena urusan hidayah sudah menjadi hak paten Allah SWT sampai kapan pun. Because its not our task but HIM. Jika Allah menghendaki seseorang mendapatkan hidayah meskipun dia berada di pulau yang sangat terpencil sekalipun, maka berhaklah dia atas hidayah tersebut dan sebaliknya jika Allah berkehendak bahwa seseorang belum mendapatkan hidayah maka meskipun dikelilingi oleh ribuan bahkan jutaan orang ‘alim sekalipun dia tetap tidak berhak atas hidayah tersebut. Tugas kita apa?? Tugas kita hanyalah sebagai perantara, berusaha menghantarkan hidayah tersebut kepada teman-teman kita. Jika akhirnya dia mendapatkan hidayah karena kita, itu berarti Allah menakdirkan bahwa dia mendapatkan hidayah melalui perantara kita. Yang perlu ditekankan disini adalah melalui perantara kita bukan karena kita. Jadi seharusnya aku bersyukur bukannya malah kesal, harusnya aku bersyukur karena ternyata Allah masih terus memberikan aku kesempatan untuk berusaha dalam mendakwahi temanku sehingga akhirnya peluang pahala masih bisa untuk terus mengalir dan juga bersyukur karena ternyata Allah memberikan banyak pelajaran dalam setiap kejadiannya. Dalam proses dakwah ini, juga jangan lupa agar kita selalu berdoa agar Allah segera memberikan hidayah kepada teman kita sehingga dapat bersama-sama berjuang menggapai surga-Nya.
Hal lain yang perlu kita perhatikan agar kita terutama aku agar bisa mengontrol emosi dalam berdakwah dan menasihati temanku ini adalah jangan terlalu cepat men-judgje teman kita. Karena kita tidak benar-benar paham kondisi teman kita dan apa yang dia rasakan. Bisa jadi ada sesuatu yang mengalanginya untuk berubah dan sedang memikirkan cara untuk melawan rintangan itu. Atau boleh jadi dia sekarang sedang melawan dan mengontrol nafsu tersebut, dan ternyata sampai saat aku menulis tulisan ini dia baru mampu melawan sampai titik itu, dan masih terus berproses untuk melawan. Atau bisa jadi sekarang dia sedang melakukan pemulhan atas rasa-rasa sakit yang selama ini dia lakukan. Atau boleh jadi ada ancaman yang diberikan padanya jika dia menjauhi masa lalunya. Dan atau atau lainnya. Intinya selalulah berusaha ber-husnudzan kepada teman-teman kita karena sebenarnya husnudzan adalah tingkatan persaudaraan yang paling rendah. Jika berbaik sangka saja kita tidak mampu maka bagaimana bisa kita melanjutkan hubungan persaudaraan ke tingkat selanjutnya yang lebih tinggi? Berusahalah mencari 1000 alasan atas kesalahan yang dilakukan teman kita, jika dalam 1000 alasan itu tidak kita temukan alasannya maka hadirkanlah 1000 alasan berikutnya dan begitu seterusnya. Kalo dalam bahasa Inggris kerennya “Put YourSelf In Their Shoes” :D

________________________________Semoga Bermanfaat________________________________

Photo Credit by :
https://c1.staticflickr.com/9/8661/16541122548_2428167c86_z.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaikan Seekor Ikan

For You Bunga